Yosi keluar dari
ruang seminar dengan wajah cemberut.di belakangnya Aisyah bergegas
menyusulnya.”Yosi!Tunggu!”panggil Aisyah khawatir. Yosi tak menggubris. Ia
nampak marah pada Yosi.
“Saya tidak bisa mendampingimu di LDKS nanti. Saya
yakin kamu mapu. Kahadiran saya tidak berpengaruh apa-apa?” ujar Aisyah.
Yosi menghentikan langkahnya, menatap Aisyah dengan
tajam. “Selamanya kamu tak pernah bisa. Alasanmu nggak berdasar.” Masya
Allah….Yosi…..”Aisyah mengelus dadanya. Yosi meninggalkan gadis itu tanpa
sepatah katapun.
Mama menatap kening Yosi yang berkerut. Layar
komputer didepan purinya menampilkan tabel berlajur banyak.
Berulang kursor bergerak kekiri dan kekanan. Akhirnya
sambil mendengus ia mematikan komputer.
“Makan dulu, Yos. Nanti sopnya keburu
dingin,”ajak Mama. “Malas, Ma,”mulut Yosi mengerucut. “Yosi lagi sebel
sama Aisyah.”
Mama menghela nafas.”Memangnya Aisyah menolak
atanpa menjelaskan alasannya. Atau barangkali ia mempunyai kesibukan di luar
acara LKDS.”
“Kesibukan apa sih, Ma? Paling ngajar TPA. Itukan
bisa diatur. Liburkan saja satu dua hari. Toh dia bisa menyumbangkan potensi
dengan mengajar kader Rohis.”
Mama membetulkan jilbab Yosi sambil tersenyum.
“Begini saja, ahad besok kamu silaturrahmi ke rumahnya. Ngobrol deh empat mata,
insya Allah Aisyah mau mengerti.”
Yosi menggigit bibirnya.”Yosi nggak tahu alamatnya,
Ma.”
“Wah, Bagaimana bisa kompak kalau bos tidak tahu
alamat anakbuahnya.”sambil ketawa mama menggandeng Yosi ke dapur.
“Lalapannya mana, Ma?”
mama tersenyum kecut.”Masakan hari ini tanpa
lalapan, Yos. Sudah dua hari tukang sayur nggak lewat.”
Yosi menggerutu.”Heran hari ini semua jadi
menyebalakan!”
Yosi Termenung. Ke mana ia harus mencari rumah Aisyah?
Batinnya jengkel. Selama ini menjadi ketua Rohis, baru kali ini bertemu gadis
seperti Aisyah yang sulit diatur.
“Assalamualaikum!”
Yosi menoleh. Suara salam itu diikuti suara klakson
mobil. Aduh, Tante Alin! Yosi blingsatan endiri.
Ia baru ingat, adik mamamnya yang perancang busana itu menelpon. Ia mengajak
Yosi menonton peragaan busana, dan itu membuatnya gundah. Sanbil membuka pintu
gerbang Yosi menyusun rencana penolakan.
Sebuah Honda Civic meluncur masuk.
“Assalamu’alaikum,
Yosi! Lihat ini!” Wanita setengah baya keluar dari mobel itu dengan riangnya.
Dea mengenakan busana muslimah dipadu dengan jilbab biru laut. Anggun dan serasi.
“Subhanallah!Tante Alin! Sejak kapan pake?!”
Yosi menjerit takjub. Tante Alin menghadiahinya kecupan di pipi.
“Hidayahkan Allah yang mengatu,Yosi!”
hati Yosi berbunga-bunga.”tante habis ikut sanlat,
ya?”
“bercanda kamu. Tapi ada yang lebih surprise
dari ini loh, yos!” Tante Alin mengulas senyum.”Yuk, sekarang ikut tante ke
PI Mall?”
tante Alin mengedipkan sebelah matanya.”Butik
muslimah idemu. Tante sudah buka di sana.”
Mata Yosi mbulat.”Ayo, tan. Yosi mau lihat!”
Udara AC menyergap tubuh Yosi. Segar. Gadis itu
melangkah mengikuti langkah tantenya menerobos lalu lalang PI mall yang ramai
siang itu.
“Kalau prospek butik muslimah ini cerah, tante mau
melakukan sesuatu.”
Yosi tersenyum.”Apa itu, tan?”
“Selepas lulus kamu yang jadi manajernya.”
“Wow!” mulut Yosi ternganga.
“Tantangan besar utu, Tan!”
“Tentu. Dan kamu bisa merekrut temen-temen kamu.”
Mereka terus berbicara dengan antusias. Tapi saat
melewati counter sayur-sayuran,
mendadak Yosi ragu untuk melangkah. Ia tertegun. Matanya tertumbuk pada seorang
gadis berjilbab putih yang berdiri beberapa puluh meter berdiri di depannya. Ia
tengah terlibat pembicaraan serius dengan laki-laki tua dan seorang wanita
cantik. Aisyah! Yosi hampir memekik mamanggilnya. Ya, itu memang Aisyah. Tapi
sedang apa dia di sana? Dan lelaki tua dan wanita itu? Hati Yosi tiba-tiba
mendidih. Oho, ini rupanya yang telah membuat dia jadi gadis yang susah di atur?
“lho, kok bengong, yos? Ada apa?”
“oh, Eh, nggak..nggak, Tante.” Yosi
gelagapan.”di mana butik muslimahnya Tante?”
tante Alin menggeleng-gelengkan kepala. Yosi melayangkan lagi pandangannya ke arah semula. Mereka sudah bubar.
|